MANAJEMEN PESANTREN
MAKALAH
Disusun Guna memenuhi Tugas
Mata kuliah : Manajemen pendidikan diniyah dan pesantren
Dosen Pengampu : prof. Dr. H. Fatah Syukur, M.Ag
Kelas MPI 3 C
Disusun :
Muhammad Harun AlRosyid (1503036068)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2016
I.
Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era persaingan global
saat ini semakin ketat, masyarakat mau tidak mau harus ikut mengikuti laju
perkembangan tersebut agar tidak ketinggal dan mampu bersaing dengan didunia
luar. Dengan itu perlu adanya peningkatan kualitas pendidikan agar sumber daya
manusia bisa bersaing dengan baik, hal ini perlu pengaturan yang baik dan
perubahan dalam pola pendidikan, tidak stagnan terpaku dengan warisan pola
pendidikan zaman dahulu, tetapi tidak juga meninggalkan kekhasan yang telah
dibawa sejak zaman dahulu. Pendidikan bukan hanya soal memberikan soft skill
dan hard skill saja kepada murid tetapi juga etika atau moral yang
perlu di tanamkan, untuk membentengi diri di dunia saat ini yang mudah sekali
dimasuki budaya asing yang kurang sesuai dengan norma kehidupan negara
Indonesia.
Pondok
pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia, berbeda
dengan lembaga pendidikan lainnya yang
cepat merespon perubahan atau tuntutan luar, pondok pesatren cenderung menyaring
perubahan yang terjadi, karena pondok pesantren berbasis agama islam, dalam
perubahan itu belum tentu baik diterapkan di pesantren. Namun hal tersebut
tidak membuat lembaga pendidikan pondok pesantren kehilangan pasar peminat
orang tua untuk memasukkan anaknya ke lembaga tersebut, dikarenakan pondok
pesantren saat ini sudah mengalami kemajuan yang setara dengan lembaga umum
lainnya tetapi tidak meninggalkan ciri khas dari pondok pesantren. Hal tersebut
tidak lepas dari sistem manajemen yang baik dari pihak pondok pesantren dalam
mengatur lembaga tersebut agar bisa optimal, sebaliknya jika sistem
manajemennya kurang baik maka pondok pesantren akan mengalami ketertinggaan
atau daya saing dengan lembaga lainnya.
II.
Rumusan masalah
A.
Apa
pengertian manajemen dan pesantren ?
B.
Apa yang dikembangkan dalam pesantren ?
C.
Apa
unsur – unsur dalam pesantren ?
D.
Apa
inovasi untuk meningkatkan mutu pendidikan pesantren ?
III.
Pembahasan
A.
Pengertian manajemen dan pesantren
Manajemen merupakan unsur penting untuk menunjang keberhasilan tak
terkecuali dalam mengatur dan mengelola pondok pesantren agar berjalan dengan
baik dan mencapai kesuksesan, tidak hanya manajemen yang baik tetapi juga
diperlukan komitmen dan kerja sama yang baik. Berikut adalah pengertian
manajemen menurut para ahli :
Menurut
george R Jerry manajemen adalah proses yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan menggunakan tenaga manusia.
Sedangkan menurut J. Panglaykin dan
hasil tanzil dalam bukunya manajemen suatu pengantar mengatakan bahwa :
Manajemen adalah seni kemahiran untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya
dengan usaha yang sekecil - kecilnya untuk memperoleh kemakmuran dan
kebahagiaan yang setinggi - tingginya serta memberi serius pelayanan yang baik
kepada khalayak ramai.
Pondok pesantren adalah perpaduan
dua kata dirangkaikan menjadi satu terdiri dari pondok dan pesantren, sampai
saat ini masih ada perbedaan pendapat mengenai asal – usul tentang pondok
pesantren yaitu, ada yang mengatakan berasal dari India (Hindia) dan ada pula
yang mengatakan berasal dari Arab. Mastuhu mendefinisikan pesantren yang
berarti lembaga pendidikan tradisional islam untuk mempelajari, memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran agama islam dengan menekan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilkau sehari hari.
Jadi manajemen pesantren merupakan
seni mengatur lembaga pendidikan pesantren dan sumber daya manusia yang ada
didalamnya, untuk kemajuan pesantren tanpa meninggalkan kekhasan dari lembaga
pesantren.
B.
Pengaturan dalam pesantren
a)
Pengembangan
sumber daya manusia pondok pesantren
Dalam pengembangan sumber daya manusia pondok pesantren sebagai
agen pengembangan masyarakat maka harus dipersiapkan dengan baik untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kualitas sumber daya manusia menyangkut
dua aspek kualitas fisik dan non-fisik yang meliputi kemampuan bekerja,
berfikir, dan berbagai macam ketrampilan, maka upaya peningkatan sumber daya
manusia juga dapat diupayakan lewat program kesehatan dan gizi. Dalam
pengembangan sumber daya manusia didalam pondok pesantren juga mempertimbangkan
kesehatan selain pengembangan intelektualnya santri, agar tercapai dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pondok pesantren. Adapun faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan sumber daya manusia.
Faktor internal
antara lain :
-
Visi,
misi dan tujuan ponpes untuk memenuhi visi, misi dan tujuan ponpes diperlakukan
perencanaan yang baik, serta implementasi pelaksanaan yang tepat. Pelaksanaan
kegiatan atau program ponpes dalam upaya memenuhi visi, misi dan tujuan
organisasi diperlukan kemampuan sumber daya manusia, yang hanya bisa dicapai
dengan pengembangan sumber daya manusia di ponpes bersangkutan
Visi, misi dan
tujuan, satu tujuan dengan lainnya mungkin memiliki kesamaan, namun strategi
untuk mencapai semua itu.
Faktor eksternal antara lain :
-
Kebijakan
pemerintah, baik yang dikeluarkan melalui perundang- undangan, peraturan
pemerintah, surat keputusan menteri atau pejabat pemerintah dan sebagainya
-
Faktor
sosio – kultural di masyarakat yang berbeda tidak boleh diabaikan oleh ponpes,
karena ponpes itu sendiri didirikan pada hakikatnya adalah untuk kepentingan
masyarakat, sehingga dalam mengembangkan sumber daya manusia ponpes perlu mempertimbangkan
faktor tersebut
-
Perkembangan
iptek diluar ponpes yang sudah sedemikian pesat, harus bisa diikuti ponpes,
karena itu ponpes harus mampu memilih iptek yang tepat untuk ponpesnya.[1]
b)
Pengembangan
manajemen pesantren
Mengolah konsep apapun tentang pesantren sebenarnya bukan perkara
mudah, terlebih bahwa tidak ada konsep yang mutlak rasional, dan paling afdhal
diterapkan dipesatren karena melihat dari sejarahnya dan tumbuh secara
unik.[2] Untuk
itu pengembangan manajemen lebih ditekankan kepada pengembangan sumber daya manusianya agar tumbuh inovasi –
inovasi yang dapat meningkat kualitas pesantren tersebut, dan dilakukan secara
serius dan berkesinambungan tidak hanya terhenti ditengah jalan.
C.
Unsur – unsur pesantren
Pondok pesantren sebagai sebuah lembaga pasti memiliki unsur yang ada di dalamnya.
Setidaknya ada lima elemen, antara lain :
a) Masjid
Masjid pada hakekatnya merupakan sentral kegiatan muslimin baik dalam
dimensi ukhrawi maupun duniawi dalam ajaran Islam, karena pengertian yang lebih
luas dan maknawi masjid memberikan indikasi sebagai kemampuan seorang abdi
dalam mengabdi kepada Allah yang disimbolkan sebagai adanya masjid (tempat
sujud). Atas dasar pemikiran itu dapat dipahami bahwa masjid tidak hanya
terbatas pada pandangan materialistik, melainkan pandangan idealistik immaterialistik
termuat didalamnya.
Pemikiran materialistik mengarah kepada keberadaan masjid sebagai suatu
bangunan yang dapat ditangkap oleh mata. Dalam hal ini secara sederhana masjid
adalah tempat sujud. Sujud adalah symbol kepatuhan seorang hamba kepada Khaliqnya.
Oleh karena itu seluruh kegiatan yang mengambil tempat di masjid tentu memiliki
nilai ibadah yang tinggi. Artinya proses kegiatan itu hanya mengharapkan
keridhoan Allah yang bersifat Ilahiyah, berkaitan dengan pahala dan balasan
dari Allah.
Didunia pesantren masjid dijadikan ajang atau sentral kegiatan pendidikan
Islam baik dalam pengertian modern maupun tradisional. Dalam konteks yang lebih
jauh masjidlah yang menjadi pesantren pertama, tempat berlangsungnya proses
belajar – mengajar adalah masjid. Dapat juga dikatakan masjid identik dengan
pesantren. Seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren biasanya
pertama – tama akan mendirikan masjid di dekat rumahnya.
Paling tidak didirikan
surau di sebelah rumah kyai yang kemudian dikembangkan menjadi masijd sebagai
basis berdirinya pondok pesantren. Di dalam masijd para santri dibina mental
dan dipersiapkan agar mampu mandiri dibidang ilmu keagamaan. Oleh karena itu
masjid di samping dijadikan wadah (pusat) pelaksanaan ibadah juga sebagai tempat
latihan. Latihan seperti muhadharah, qiro’ah dan membaca kitab yang ditulis
oleh para ulama abad 15 (pertengahan) yang dikenal sebagai kitab kuning yang
merupakan salah satu ciri pesantren. Pelaksanaan kajiannya dengan cara
bandongan, sorogan, dan wetonan, pada hakekatnya merupakan metode klasik yang
dilaksanakan dalam proses belajar – mengajar dengan pola seorang kyai langsung
bertatapan dengan santrinya dalam mengkaji dan menelaah kitab – kitab tersebut.[3]
b) Pondok
Setiap pesantren pada umumnya memiliki pondokan. Pondok dalam pesantren
pada dasarnya merupakan dua kata yang sering penyebutannya tidak dipisahkan
menjadi “Pondok Pesantren”. yang berarti keberadaan pondok dalam pesantren
merupakan wadah penggemblengan, pembinaan dan pendidikan serta pengajaran ilmu
pengetahuan.
Kedudukan pondok
bagi para santri sangatlah esensial sebab didalamnya santri tinggal belajar dan
ditempa diri pribadinya dengan control seorang ketua asrama atau kyai yang
memimpin pesantren itu. Dengan santri tinggal di asrama berarti dengan mudah
kyai mendidik dan mengajarkan segala bentuk jenis ilmu yang telah ditetapkan
sebagai kurikulumnya. Begitu pula melalui pondok santri dapat melatih diri
dengan ilmu – ilmu praktis seperti kepandaian berbahasa : Arab dan Inggris juga
mampu menghafal Al – Qur’an begitu pula ketrampilan yang lain. Sebab di dalam
pondok pesantren santri saling kenal – mengenal dan terbina kesatuan mereka
untuk saling isi – mengisi dan melengkapi diri dengan ilmu
pengetahuan.
c) Kyai
Ciri yang paling esensial bagi suatu pesantren adalah adanya seorang kyai.
Kyai pada hakekatnya adalah gelar yang diberikan kepada seseorang yang
mempunyai ilmu di bidang agama dalam hal ini agama Islam. Terlepas dari
anggapan kyai sebagai gelar yang sacral, maka sebutan kyai muncul di dunia pondok
pesantren. Dalam tulisan ini kyai merupakan suatu personifikasi yang sangat
erat kaitannya dengan suatu pondok pesantren.
Keberadaan kyai dalam
pesantren sangat sentral sekali. Suatu lembaga pendidikan Islam disebut
pesantren apabila memliki tokoh sentral yang disebut kyai. Jadi kyai di dalam
dunia pesantren sebagai penggerak dalam mengemban dan mengembangkan pesantren
sesuai dengan pola yang dikehendaki. Di tangan sorang kyailah pesantren itu
berada. Oleh karena itu kyai dan pesantren merupakan dua sisi yang selalu
berjalan bersama. Bahkan “kyai bukan hanya pemimpin pondok pesantren tetapi
juga pemilik pondok pesantren”. sedangkan sekarang kyai bertindak sebagai
koordinator.[4]
d) Santri
Istilah santri hanya terdapat di pesantren sebagai pengejawantahan adanya
peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang kyai
yang memimpin sebuah pesantren. Oleh karena itu santri pada dasarnya berkaitan
erat dengan keberadaan kyai dan pesantren.
Di dalam proses belajar
mengajar ada dua tipologi santri yang belajar di pesantren berdasarkan hasil
penelitian Zamakhsyari Dhofier :
-
Santri Mukim
Santri Mukim yaitu santri yang menetap, tinggal bersama kyai dan secara
aktif menuntut ilmu dari seorang kyai. Dapat juga secara langsung sebagai
pengurus pesantren yang ikut bertanggung jawab atas keberadaan santri lain.
Setiap santri yang mukim telah lama menetap dalam pesantren secara tidak langsung
bertindak sebagai wakil kyai
Ada dua motif seorang
santri menetap sebagai santri mukim :
Motif menuntut ilmu
artinya santri itu datang dengan maksud menuntut ilmu dari kyainya. Motif
menjunjung tinggi akhlak, artinya seorang santri belajar secara tidak langsung
agar santri tersebut setelah di pesantren akan memiliki akhlak yang terpuji
sesuai dengan akhlak kyainya
-
Santri Kalong
Santri Kalong pada dasarnya adalah seorang murid yang berasal dari desa
sekitar pondok pesantren yang pola belajarnya tidak dengan jalan menetap di
dalam pondok pesantren, melainkan semata mata belajar dan secara langsung
pulang ke rumah setelah belajar di pesantren.
Sebuah pesantren yang
besar didukung oleh semakin banyaknya santri yang mukim dalam pesantren di
samping terdapat pula santri kalong yang tidak banyak jumlahnya.[5]
e) Pengajaran Kitab – kitab Islam Klasik
Kitab – kitab Islam klasik biasanya dikenal dengan istilah kuning yang
terpengaruh oleh warna kertas. Kitab – kitab itu ditulis oleh ulama zaman dulu
yang berisikan tentang ilmu keislaman seperti : fiqih, hadist, tafsir, maupun
tentang akhlaq. Ada dua esensinya seorang santri belajar kitab – kitab
tersebut di samping mendalami isi kitab maka secara tidak langsung juga
mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa kitab tersebut. Oleh karena itu seorang
santri yang telah tamat belajarnya di pesantren cenderung memiliki pengetahuan
bahasa Arab. Hal ini menjadi cirri seorang santri yang telah menyelesaikan
studinya di pondok pesantren, yakni mampu memahami isi kitab dan sekaligus juga
mampu menerapkan bahasa kitab tersebut menjadi bahasanya.[6]
Sedangkan menurut Hasan Basri dalam (Nata, 2001 : 120-121) unsur atau
elemen pesantren yaitu :
Ø Pesantren yang hanya terdiri dari masjid dan rumah kyai.
Ø Pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok atau asrama.
Ø Pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, madrasah, dan
tempat ketrampilan.
Ø Pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, madrasah, tempat
ketrampilan, universitas, gedung pertemuan, tempat olahraga dan sekolah umum.[7]
D.
Agenda inovasi pendidikan pesantren
Untuk meningkat mutu pendidikan pesantren maka perlu adanya
peningkatan atau inovasi seperti :
-
Kurikulum,
untuk memenuhi tuntutan kebutuhan santri dan masyarakat, perlu adanya
pembaharuan kurikulum pada tiga aspek penting, yaitu : perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi. Perencanaan kurikulum pesantren harus didahului dengan kegiatan
kajian kebutuhan (need assessment) secara akurat agar pendidikan
pesantren fungsional. Kajian kebutuhan tersebut perlu dikaitkan dengan tuntutan
era global, utamanya pendidikan yang berbasis kepada kecakapan hidup (life
skill) yang akrab dengan lingkungan kehidupan santri. Pelaksanaan
kurikulum menggunakan pendekatan kecerdasan majemuk (multiple intelgence)
dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) sedang
evaluasinya hendaknya menerapkan penilaian menyeluruh terhadap semua kompetensi
santri (authentic assessment). Kurikulum hanya salah satu subsistem
lemabaga pesantren, proses pengembangannya tidak boleh bertentangan dengan
kerangka penyelenggaraan pesantren yang dikenal khas, baik dalam isi dan
pendekatan yang digunakan
-
Manajemen
sarana prasarana pendidikan, untuk pelaksanaan kurikulum diatas, pesantren
mengupayakan tersedianya sumber belajar dan media pendidikan dan pengajaran
yang berbasis teknologi. Misalnya, penggunaan literatur – literatur digital
dalam berbagai cabang ilmu agama dan umum. Perlu diketahui, saat ini banyak
kitab – kitab hadist dan tafsir yang mu’tabar atau kitab kuning serta
ilmu – ilmu umum telah di CD-kan sehingga memudahkan para ustadz (guru) dan
santri umtuk mempelajarinya
-
Membangun
jaringan kerjasama, baik dengan pesantren maupun dengan lembaga lain yang
terkait, misalnya kerjasama untuk mengembangkan life skills dilinglungan
pesantren dengan sekolah menengah kejuruan atau politeknik, pengembangan
koperasi pesantren bekerjasama dengan dunia industri dan lainnya. [8]
IV.
Analisis
Dalam mengelola lembaga pendidikan diperlukan perencaan secara
matang, tida boleh hanya secara sembarangan dan otodidak. Pesantren merupakan
lembaga pendidikan yang memiliki ke khasan tersendiri, karena pesantren
berkaitan erat dengan lingkungan masyarakat. Pesantren saat ini harus bisa mengikuti
perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih maka diperlakukan
pembaharuan agar bisa bersaing dengan lembaga lain tetapi tidak boleh
meninggalkan ke khasan nya yang sudah melekat sejak zaman dahulu. Pesantren di
era sekarang banyak yang mulai memikirkan lulusannya agar bisa adaptasi dengan
lingkungannya kelak dengan cara menambah fasilitas dan meningkatkan soft
skill mereka dengan cara pelatihan – pelatihan, pesantren tidak boleh buta
akan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, karena nantinya lulusan
pesantren juga harus bisa bersaing dan berbaur dengan masyarakat lainnya yang
notabenya sudah mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim A dkk, manajamen pesantren, (Yogyakarta: Lkis pelangi
aksara, 2005)
Nata Abuddin,(ed), manajemen pendidikan, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group,2003)
Junaedi Mahfud, filsafat pendidikan islam, (semarang:UIN
walisongo, 2015)
Masyhud Sulthon, manajemen pondok pesantren, (Jakarta: Diva
Pustaka,2003)
Suparta Mundazie, manajemen pondok pesantren, (Jakarta: Diva
Pustaka, 2004)
Ghazali Bahri M, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta
: Pedoman Ilmu Jaya, 2001)
[1]
A.Halim,
Rr. Suhartini, manajemen pesantren,(Yogyajarta: PT LkiS,2005), hlm. 5 -
7
[2]
A.Halim, Rr. Suhartini, manajemen pesantren,(Yogyajarta: PT LkiS,2005),
hlm. 67
[3] M. Bahri Ghazali, Pendidikan
Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 2001),
hlm. 18 – 19
[4] M
Sulthon Masyhud, manajemen pondok pesantren, (Jakarta : Diva Pustaka,
2003) hlm. 82- 84
[5] M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta
: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), hlm. 22 – 2
[6] M. Bahri Ghazali, Pendidikan
Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 2001),
hlm. 24
[8]
Mundizier suparta, manajemen pondok pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka,
2004), hlm 72-73